Tanaman jeruk di daerah Karo merupakan terluas di Indonesia dan bahkan potensinya mencapai triliunan rupiah, tepatnya Rp1,2 triliun hingga 1,5 triliun sekali panen yang dapat diraih dari lahan produktif 12.000-13.000 hektar.
Sedangkan lahan jeruk di Karo mencapai 14.008 hektar, namun hampir 9.702,4 hektar terancam punah akibat lalat buah.
"Potensi jeruk yang besar itu perlu diselamatkan dari serangan hama lalat buah," kata Dr Ir Hasanuddin Ibrahim, Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) RI kepada wartawan usai melakukan pencanangan 'Gerakan Nasional Pengendalian Lalat Buah' di Desa Tanjung Barus, Kecamatan Barusjahe, Karo Rabu (13/2) siang.
Acara itu dihadiri Direktur Perlindungan Tanaman Susilo, anggota DPR RI Anton Sihombing, anggota DPD utusan Sumut Parlindungan Purba, Kadis Pertanian Sumut M Roem, Plt Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura I Medan (BPTPH) Bahrudin Siregar, Kepala Balai Penelitian Tanaman Pertanian (BPTP) Sumut Ali Jamil, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo Antoni Tarigan, tokoh masyarakat dan petani jeruk di Karo.
Dirjen Hasanuddin Ibrahim mengatakan selain jeruk Karo terluas di Indonesia, rasanya juga lebih enak dan manis sehingga jeruk daerah ini juga terkenal dengan jaruk siam madu. Jika dihitung kasar, kata Hasanuddin, lahan jeruk produktif di Karo sekira 12.000 hektar dengan produktivitas rata-rata 10 ton hektar maka ada sekira 120.000 ton jeruk. Harga di Karo sekira Rp6.000 per kg saja maka mampu meraih pendapatan sekira Rp700 miliar.
Jika harga jual di Medan sekira Rp15.000 per kg, jeruk Karo berpotensi meraih pendapatan sekira Rp1,5 triliun. Berarti sekarang harga yang diterima petani masih separoh dari harga jual di pasaran. Jadi perlu diperhatikan bagaimana petani dapat menjual langsung ke pasaran tanpa melalui agen pengumpul.
Ia menyebutkan jeruk lokal harus diperhatikan mengingat impor jeruk sudah mencapai Rp 4 triliun. Apalagi masa Imlek sekarang, warga keturunan Tionghoa menyukai jeruk madu yang kuning bersih.
Tahun 2012, katanya kebutuhan jeruk nasional sekira 2,5 juta ton, total produksi nasional hanya sekiar 1,2 juta ton, sudah termasuk produksi dari Sumut. Berarti kebutuhan jeruk masih kurang sekira 500.000 ton lagi makanya harus diimpor dari luar negeri.
Pencanganan pengendalian lalat buah diawali dengan Dirjen Hasanuddin Ibrahim meletakkan alat perangkap lalat ke dahan tanaman jeruk. Alat itu berisi cairan Metyl Eugenol Block ditambah dengan air bekas cucian ke dalam satu kantong terbuat dari plastik. Peletakan alat perangkap itu juga diikuti oleh pejabat yang hadir di sana.
Alat perangkap lalat buat terbuat dari plastik bisa tahan hingga 1,5 tahun dengan harga Rp25.000 per buah ditambah cair ME Block Rp15.000. Namun alat tersebut bisa diganti dengan kemasan botol plastik sehingga patani dapat berhemat. Untuk satu hektar, alat perangkap diletakkan di 10 titik.
ME Block mengeluarkan bau harum yang merangsang lalat jantan untuk mendatanginya dan kemudian lalat tersebut terperangkap di dalamnya. Lalat buah sudah hampir memusnahkan lahan jeruk 9.702,4 hektar dari total 14.008 hektar di Tanah Karo. Ada 100.000 antraktan ME Block yang ditarok di tanaman jeruk di Karo.
Dirjen juga minta Pemda sepempat membuat Perda pengendalian organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tanaman jeruk. Menjawab pertanyaan petani tentang kredit perbankan, Dirjen mendukung petani juga hendaknya mendapat kredit ketahanan pangan (KKP) dan infrastruktur harus diperbaiki untuk kelancaran distribusi hasil panen.
Soal penyuluh pertanian, Dirjen berjanji akan membicarakan bagaimana Penyuluh kontrak tersebut bisa menjadi PNS. Menurut Dirjen, jeruk siam madu yang paling banyak tumbuh di Kabupaten Karo merupakan aset nasional. Namun jeruk tersebut di luar Sumatera Utara lebih dikenal dengan nama jeruk Medan yang distribusinya meluas ke seluruh Sumatera, Jawa, Bali Papua, hingga pasaran ekspor dan keberadaannya sepanjang tahun terus berbuah.
Belakangan Dirjen menilai jeruk siam madu Medan ini mengalami keterpurukan akibat serangan buah. Padahal, sejak 2004 hingga sekarang, pemerintah tidak pernah absen dalam memberikan perhatian untuk mengendalikan baik dalam bentuk dukungan anggaran dari pusat maupun penerapan teknologi tepat guna yang bisa diterapkan oleh petani di ladangnya.
Tahun ini, pemerintah pusat menganggarkan untuk komoditas horti mencapai Rp800 miliar dan akan digunakan untuk pengembangan tanaman hortikultura di seluruh Indonesia. Anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya untuk pengembangan jeruk, tidak hanya di Karo yang lahannya mencapai 12.000-14.000 hektar tapi juga di Dairi dan Simalungun atau daerah lain yang punya komoditas hortikultura.
Menurut anggota DPR RI, Anton Sihombing, anggaran pemerintah pusat untuk sektor pertanian lebih dari Rp19,87 triliun. Angka itu terus mengalami kenaikan dimana tahun 2004 sebesar Rp3,1 trilun dan tahun 2009 sekira Rp7 triliun. Besarnya anggaran tersebut merupakan keharusan sebagai upaya dukungan pada sektor pertanian.
Anton Sihombing menilai, ada perbedaan antara Indonesia dengan negara lain seperti Vietnam ataupun Thailand yang mana di dua negara tersebut subsidi bukan diberikan pada pupuk dan bibit namun pada teknologi dan harga patokan sehingga ada kestabilan harga yang bisa menguntungkan petani.
Sementara itu, anggota DPD RI Parlindungan Purba, melihat kontribusi sektor pertanian yang sangat besar, seharusnya petani bisa memperoleh penghasilan dari profesinya. Selama ini, lanjutnya, keuntungan lebih besar justu dinikmati oleh pedagang.
Kepala Dinas Pertanian SUmatera Utara, M Roem menjelaskan, tahun 2010 - 2012 produksi jeruk Sumut mengalami penurunan produksi hingga 60 persen. Faktor penyebabnya antara lain serangan lalat buah dan perubahan iklim. Sehingga dalam pengendaliannya, harus serentak, tidak boleh terpisah-pisah.
Kalau ada jeruk yang jatuh ke tanah, langsung ditanam supaya tidak merangsang lalat untuk mendatangi pohon jeruk tersebut. Anggaran untuk sektor pertanian di Sumut lima tahun lalu sebesar Rp5 miliar, tahun 2013 ini mencapai Rp230 miliar. Kenaikan ini membuktikan kalau pemerintah mendukung perkembangan pertanian di Sumut.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo Antoni Tarigan menerangkan dengan luasan lahan jeruk mencapai 14.000 hektar. Di tahun 2013 ini, Kabupaten Karo berencana untuk melakukan peremajaan tanaman yang sudah berusia tua dengan anggaran mencapai Rp 5 miliar dan dalam pelaksanaannya akan dilakukan tender mengingat besarnya nilai. (
beritasore)